The Other Part of Travelling That No One Talks About
More Than Post-Vacation/Travel
Blues
The Other Part of Travelling That No One Talks
About
We often talk about leaving, but
what about coming home?
Saat
aku meninggalkan rumah, tidak dapat kujelaskan betapa exciting-nya perjalanan yang akan aku tempuh. Kebahagiaanku
mengalahkan ketakutanku untuk berkunjung ke tempat yang belum pernah aku
kunjungi sebelumnya, sampai-sampai aku tidak mengerti bagaimana perasaanku
sendiri saat itu. Meninggalkan rumah dan segala beban di belakang. Rasanya... sangat menakjubkan.
Sayangnya
aku lupa, bahwa perjalalananku merupakan sebuah perjalanan sementara,
berkunjung dan menikmati, lalu aku harus kembali pulang dan meletakkan kembali
beban di rumah ke pundakku.
Selama
ini, aku selalu berpikir bahwa meninggalkan jauh rumah akan menjadi perasaan
paling menyedihkan yang pernah kurasakan. Tapi, kini aku menyadari sebuah
keterbalikan dari asumsiku sebelumnya. Perasaan yang tidak aku tahu ada di
dunia ini. The feeling where you don’t
want to come home. The realization that ‘this is the life that I’ve wanted
to live in all this time’. That sucks I
know.
Now I discovered the truth, that leaving
is easier than coming home. That having to come home is the saddest part of
travelling not much people talk about.
Aku
tidak pernah tahu ada semacam Post-Vacation
Blues di dunia ini. Yang kuingat
saat dalam perjalanan menuju Bandara, aku kebingungan dan belum sadar bahwa aku
tidak mau pulang dari tempat menenangkan ini, namun saat aku turun dari mobil
dan berjalan menuju Gate, sesuatu itu menusukku. Saat pengumuman boarding dan aku harus berpamitan dengan
kakakku yang selama ini menemani perjalananku. Aku berusaha sebisa mungkin menahan air mataku, tidak ingin terlihat cengeng di depan banyak orang yang mungkin lebih lama meninggalkan rumah mereka ke tempat asing. Ini hanya dua minggu, tegasku pada diri sendiri.
Perasaan menyesakkan itu terus
menghantuiku sampai aku duduk di kursi pesawat. Berusaha menenangkan diri dan
mencari-cari hal positif yang bisa kutemukan di rumah nanti. Berkali-kali
aku mengingatkan diri bahwa aku seharusnya senang bisa kembali ke rumah,
memakan masakan Ibuku dan bertemu keluarga. Tapi, berbagai usaha nyatanya tidak
berhasil mengurangi rasa berat untuk kembali ke rumah.
Tidak
ada yang berubah. Semua seperti terakhir kamu meninggalkan rumah. Sama persis.
Hanya dua minggu pikirku, seharusnya ini tidak merubah diriku. Seharusnya,
aku dengan mudah kembali pada
rutinitasku sehari-hari. Banyak yang perlu kupersiapkan untuk hidupku besok,
tapi rasanya sulit bergerak, tidak tahu harus apa.
Hanya
dua minggu. Tidak kusangka dua minggu bisa memengaruhi kehidupanku saat aku
kembali. Rasanya seperti kamu berada di bawah air dan semua orang bergerak di
atasmu, berlalu lalang melanjutkan hidupnya. Sementara kamu hanya bisa
merasakan bahwa hidup tidak sama lagi di sini.
Tidak ada satu pun orang di rumah yang mampu mengerti keadaanmu. Saat teman-teman menganggap bahwa hal ini adalah lelucon atau menganggap remeh hal yang menyiksamu ini. Aku merasakannya.
Rasa
ketakutan ini sungguh menyiksaku sampai membuatku kesulitan beraktifitas,
tapi aku tahu bahwa aku tidak sendirian. Banyak sekali para pengelana lain yang lebih lama meninggalkan
rumah mengalami hal serupa, mungkin lebih buruk. And I know that we cope differently, it’s not a competition on how fast
this blues would fade away. It’s about
the process on learning a new feeling and new experience. Seberapa lama
atau sebentar pun kamu meninggalkan rumah, semua orang bisa mengalaminya. Aku
tidak bisa mengelak kenyataan bahwa kebanyakan orang mengalami ini karena hidup
mereka di rumah tidak seindah perjalanan penuh adrenalin yang selama ini kita
mimpikan, the place that belongs to us.
Aku
ragu menuliskan ini apalagi berbagi cerita pada publik, mengingat aku sangat
takut terhadap pandangan orang lain terhadapku tentang hal tabu ini. Namun,
salah seorang teman baik menyarankanku untuk menulis, barangkali ini bisa membantuku.
Maka aku mencobanya. Tidak ada yang berubah memang, tapi aku yakin dan akan
tetap berdoa agar semua ini bisa berlalu dengan baik.
Akan kupastikan aku dan perasaan ini bisa berdamai.
And most importantly is, I wish that I could have another chance to step my own two feet again in incredible new places, or any beautiful places that are longing for me

Komentar
Posting Komentar